Upaya Sengaja Menyalahartikan #2

Faizal Bochari
3 min readApr 21, 2021

--

Saya kadang menganggap bahwa ilmu tentang makna berusaha merumit-rumitkan segala sesuatu dengan melakukan penjabaran yang terlampau panjang untuk sesuatu yang dapat mudah dimengerti, jadi mari kita coba.

Hari ini “Sekolah Dihapus” dibicarakan sebanyak 16 Ribu kicauan di Twitter (Setidaknya sampai tulisan ini dibuat). Hal ini terjadi karena sebuah video Tiktok berisi wawancara singkat dengan anak-anak berusia Sekolah Dasar. Di salah satu wawancaranya seorang anak menjawab “sekolah dihapus” ketika ditanya apa kepanjangan dari SD.

Rekaan atau bukan, tentu saja pembicaraan mengenai ini akan mudah menyasar ke kondisi pendidikan Indonesia yang bagi saya juga memang jauh dari kata memuaskan. Namun melihat video ini sebagai representasi pendidikan Indonesia nampaknya merupakan analisa yang terlampau jauh.

Sering terjadi ketika kita kesulitan mengartikan suatu kata bahkan untuk kata yang sering kita gunakan. Misalnya, saya rasa semua orang tahu apa itu “anjing”. Bagaimana bentuknya, mungkin ada yang sampai tahu jenisnya, atau barangkali ada yang memelihara anjing, atau mantan kamu, ah sudahlah. Namun ketika harus memberikan definisi tanpa melihat kamus, terkadang kata paling mudah pun akan sulit untuk dilakukan. Apakah itu berarti bahwa pemahaman kita tentang anjing belum sempurna.

Alih-alih menyuruh seseorang untuk mengartikan, akan lebih mudah untuk “mendemonstrasikan” pengetahuan seseorang tentang makna. Menurut Kreidler secara umum ada 10 pengetahuan tentang makna yang dimiliki orang pada umumnya.

  1. Orang-orang tahu bahwa sesuatu itu punya makna dalam bahasanya. Misalnya kalimat “sekolah masih SD saya” adalah kalimat yang tidak punya arti. Sebaliknya kalimat “Saya masih SD” memilki makna.
  2. Orang-orang tahu apabila dua kalimat memiliki makna yang sama. Misalnya kalimat “Saya sekolah di SD Negeri 28” memiliki makna yang sama dengan “SD Negeri 28 adalah sekolah saya”
  3. Orang-orang tahu bahwa dua kata itu sinonim dalam konteks tertentu. Misalnya dalam kalimat “ saya sekolah di SD negeri 28”, menurutmu kata sekolah dapat diganti dengan kata apa? (pilihan: Belajar, berlatih, mengaji, berdiskusi).
  4. Orang-orang tahu ketika makna sebuah kalimat berlawanan dengan kalimat lain. Artinya pembicara bisa mengenali apabilah sebuah kalimat itu benar maka kalimat yang lain pasti salah. Misalnya dalam kalimat “ Saya masih bersekolah di SD Negeri 28” ,lalu bandingkan dengan kalimat “saya lulus SMP pada tahun 2020” ; “Saya suka bermain petak umpet di SD saya” ; “ Karena pandemi saya tidak pernah datang ke sekolah”. Mengasumsikan “saya” adalah orang yang sama kita pasti tahu kalimat mana yang berkontradiksi dengan kalimat yang pertama tadi.
  5. Orang-orang tahu bahwa dua buah kata itu antonim berdasarkan konteks tertentu. Misalnya dalam kalimat “ Saya datang tepat waktu ke sekolah”, menurutmu kata “tepat waktu” berlawanan dengan kata yang mana? (Pilihan: Terlambat, lalai, tertinggal, terbelakang).
  6. Sinonim dan Antonim memiliki sebuah elemen makna yang sama untuk dapat dikatakan sama atau berbeda yang disebut fitur semantik. Misalnya dalam deretan kata berikut mana yang tidak memiliki elemen makna yang sama: Jalan, Lorong, Jalur, rumah, persimpangan.
  7. Beberapa kalimat memiliki makna yang ambigu. Misalnya dalam kalimat “Dokter Anak yang gemuk itu tidak bisa hadir di sekolah” bisa saja Dokternya yang gemuk tapi bisa juga anaknya yang gemuk.
  8. Orang-orang tahu bagaimana menggunakan kata-kata ketika berinteraksi dengan orang lain. Misalnya ketika ada yang bertanya “ Dek, kamu sekolah dimana?” menurutmu dari deretan jawaban berikut mana yang tidak tepat? (Pilihan: SD Negeri 28, Madrasah Aliyah Negeri, Kemarin, Saya tidak ada uang buat masuk SD).
  9. Pembicara tahu ketika dua pernyataan itu berhubungan. Berarti jika satu benar maka yang lain juga benar begitu pula sebaliknya. Misalnya dengan melihat kalimat “ada banyak bunga matahari di taman sekolah” maka kalimat “ada banyak bunga di taman sekolah” sudah pasti benar dengan asumsi bahwa ini adalah taman yang sama.
  10. Orang-orang tahu apabila sebuah kalimat mengandung pengetahuan lain yang tidak perlu dijelaskan. Misalnya kalau kita menganggap kalimat “Ani mengendarai motor mionya setiap hari ke sekolahnya” benar, maka dapat dipastikan bahwa kalimat-kalimat berikut juga benar:

Ani bisa mengendarai motor
Ani bersekolah
Ada sebuah motor mio yang dimiliki ani
Ada seseorang yang bernama ani

Jadi tidak perlu mengetahui kepanjangan dan definisi dari kata SD untuk menggunakannya dalam sebuah kalimat. Asalkan pembicara dapat menunjukkan kemampuannya menggunakan kata itu dalam ke-10 hal ini maka itu sudah berarti dia paham soal kata itu. Tidak mengetahuinya pun bukan berarti bahwa kondisi pendidikan anak-anak Indonesia sedang tidak baik. Toh, banyak juga dari kita yang menggunakan singkatan-singkatan tanpa tahu apa kepanjangannya, seperti kata LASER, MODEM, RADAR, ATM dan lain-lain (atau siapa yang samapai usia puluhan belum tahu membedakan mana kanan mana kiri).

Daripada dari sebuah video Tiktok, kondisi pendidikan Indonesia dapat dengan mudah dilihat dari Angka putus sekolah, angka buta huruf, presentase lanjut kuliah, kekerasan akademik, pelecehan seksual oleh dosen universitas terkenal atau guru besar yang plagiat tapi tetap bisa jadi rektor.

Reference:

Introducing to English Semantics by C.W. Kreidler

--

--

No responses yet