Upaya Sengaja Menyalahartikan #1
Saya mengerti ada rasa buncah dalam dada banyak orang ketika mengetahui KBBI mengartikan perempuan seperti berikut ini:
Apa lagi setelah melihat turunan kata gabungan yang terekam dalam entri di bawahnya yang semuanya punya konotasi negatif. Definisi ini menunjukkan tidak adanya ruang untuk masuknya diskusi identitas gender di dalamnya. Definisi yang diberikan Merriam-webster setidaknya menunjukkan kondisi yang lebih progresif dengan memasukkan kata “typically” yang berarti “biasanya”.
Walaupun definisi ini dibandingkan dengan yang tercantum dalam KBBI memiliki kandungan makna yang mirip tetap saja identitas gender yang menjadi perdebatan banyak orang dapat tetap diakomodir.
Namun daripada sekadar tuntutan yang sifatnya akademis (maksudnya definisi lema ini diganti karena sudah tidak sesuai lagi dengan kondisi kekinian), permintaan penggantian ini lebih politis sifatnya. Menyerang definisi yang ada dalam kamus nampaknya bukan sesuau yang bijak untuk dilakukan dengan beberapa alasan.
Secara dampak, seberapa banyak dari kita yang mencari lema “perempuan” dalam kamus karena tidak mengerti artinya? Saya yakin tidak banyak. Dari pencarian yang tidak banyak itu, seberapa yang kemudian menjadi mengganggap perempuan lebih rendah karena melihat entri KBBI yang dituding misoginis ini?
Selain itu pengertian perempuan yang kita temukan di dalam kamus adalah bukan sesuatu yang sifatnya preskriptif. Definisi ini hadir dari penggunaan kata “perempuan” yang hidup atau pernah hidup di masyarakat yang kemudian terekam dalam KBBI. Dengan alasan sama Kata Ivan Lanin penghapusan entri dalam sebuah kamus biasanya tidak umum dijumpai karena penghapusan entri berarti sama saja menghapus sejarah.
Dengan alasan ini pula menyerang entri kamus pun tidak akan bisa menghapus semua gabungan kata yang berkonotasi negatif yang ada di dalamnya. Paling-paling yang bisa dilakukan hanya revisi definisi saja atau penambahan definisi baru di dalamnya. (misalnya seperti kata “they” yang kemudian diberi tambahan definisi sebagai kata ganti tunggal untuk kaum non-binary).
Jadi kalau bukan dari segi akademis, tuntutan ini mungkin saja bersifat politis. Bisa saja ini strategi agar diskusi identitas gender bisa lebih disebarluaskan atau untuk menggalang simpati orang-orang untuk mendukung hak kesamarataan gender di indonesia. Bisa juga hal ini bukan bermaksud untuk menyerang kamus sebagai benda yang misoginis tetapi menyerang orang-orang yang menyusun dan menyetujuinya.
Referensi: