Sedikit Curhat Tentang Menjadi Guru, Ujian Nasional, dan Pendidikan

Faizal Bochari
3 min readSep 24, 2024

--

Kalau saya diberi kesempatan untuk bertemu dengan diri sendiri pada saat masih SMA, Apakah diri SMA saya akan senang atau tidak melihat pendidikan hari ini? Apakah dia akan senang melihat diri saya hari ini?

Saya tidak tahu. Apakah saya senang dengan pendidikan hari ini? Mereduksi pertanyaan sepenting dan serumit ini dalam pertanyaan ya atau tidak rasanya tidak adil. Membicarakan pendidikan tidak bisa seperti bertanya “kopi ini manis atau tidak?” Ingin tahu yah tinggal minum saja kan?

Sewaktu SMA saya sudah ingin menjadi guru walaupun bukan guru bahasa inggris, jadi mungkin itu saja sudah cukup bisa membuat diri SMA saya sedikit berbahagia. Dulu saya juga merasa alangkah menyenangkannya kalau kita tidak perlu belajar kimia atau matematika. Cukup belajar bahasa inggris saja atau biologi, mungkin bahasa indonesia dan olahraga boleh juga asal porsi belajar bahasa inggris dan biologi lebih banyak. Dulu juga saya ingin masuk jurusan bahasa tapi karena tidak ada akhirnya saya memilih jurusan ipa saja (Dulu ada semacam persepsi bahwa jurusan bahasa itu adalah jurusan pembuangan yang tidak lolos masuk ipa dan tidak lolos juga masuk ips)

Sekarang walaupun tidak seperti yang saya harapkan, siswa-siswi hari ini sudah bisa memilih mata pelajaran apa yang mereka inginkan dan mata pelajaran apa yang tidak ingin mereka perdalam. Hal ini semestinya sudah cukup membuat diri SMA saya senang. Tapi diri saya kala itu tidak memikirkan banyak hal (Saya agak tolol). saya tidak memikirkan nasib guru yang tidak bisa memenuhi jumlah mata pelajaran untuk mendapatkan gaji sertifikasinya atau Bagaimana dengan mata pelajaran yang sepi peminat dan gurunya bahkan tidak kebagian jam. Apakah adil memberikan gaji yang sama bagi guru yang harus menangani jumlah siswa yang berbeda karena peminat mata pelajaran itu lebih banyak? Diri tolol saya waktu itu tidak tahu ini semua, yang pasti saya berpikir untuk apa belajar tentang rumus-rumus Fisika yang rumit dan tidak akan saya gunakan sama sekali di masa depan. (Sialnya sekarang saya jadi senang belajar fisika).

Hal-hal remeh seperti tidak memasukkan baju ke dalam celana atau memanjangkan rambut akhirnya menjadi sesuatu yang lucu ketika saya menjadi guru. Dulu saya juga suka melakukan hal-hal semacam ini, melanggar aturan walaupun kecil-kecilan saja rasanya menyenangkan. Hal ini juga yang bikin saya merasa tidak mampu ketika harus menegur murid-murid saya dan menyuruh mereka memasukkan baju mereka ke dalam celana biar lebih rapih. Kalau diri SMA saya melihat saya melakukan itu mungkin dari jauh dia akan tertawa dan berteriak “pengkhianat”. Dan saya tidak akan protes sama sekali.

Satu hal penting yang juga saya sukuri sekarang adalah tentang tidak adanya Ujian Nasional. Ini juga mungkin akan bisa membuat diri SMA saya senang. Namun berbeda alasan dengan diri saya kala itu, dulu menjelang ujian nasional kami yang tidak jenius ini (Baca: kami yang agak bodoh ini), akan ketakutan setengah mati apabila harus menjawab soal maha sulit yang pemerintah susun untuk melihat standar pendidikan kala itu. Banyak dari kami yang kemudian akhirnya menyontek, menyalin jawaban, dan berlaku tidak jujur karena takut tidak naik kelas.

Sialnya, Guru-guru kami harus menutup mata walaupun tahu kecurangan ini terjadi selama ujian. Mana ada guru yang ingin melihat anak muridnya tidak naik kelas, apa lagi kalau memang anak muridnyanya tidak macam-macam (hanya bodoh saja). Saya senang karena hari ini semua siswa dapat pasti lulus dan naik kelas sehingga saya sebagai guru tidak perlu merasakan penderitaan batin guru-guru saya kala itu (terima kasih bu pak).

Kita semua bisa berdebat sampai besok persoalan baik atau tidak baik kah ujian Nasional itu. Betulkah tanpa ujian nasional siswa-siswi kita menjadi malas, menggampangkan pelajarannya dan tidak mau berusaha? Mungkin saja iya.

Pendidikan Indonesia hari ini bagi saya adalah campuran dari banyak sekali emosi. Setidaknya apa yang dulu kami impikan tentang memilih-milih pelajaran bisa dapat saya lihat sendiri walaupun tidak semudah itu dalam melaksanakannya. Tidak ada lagi ketakutan gagal ujian nasional, Gaji guru hari ini barangkali lebih baik, dan begitu banyaknya orang-orang yang peduli terhadap pendidikan kita. Ada ketakutan apakah model pendidikan ini memberikan bekal baik kepada siswa-siswi kami atau malah membuat mereka tidak mampu menghadapi kehidupan mereka nantinya. Saya benar-benar tidak tahu.

--

--

No responses yet