O Is a Trip on Acid

Faizal Bochari
4 min readMar 23, 2020

--

Taken From Wikipedia

Dalam novelnya kali ini Eka tetap memasukkan semua hal yang juga ada pada novel-novel dia sebelumnya. Cerita tentang getirnya kehidupan orang-orang pinggiran dan kisah cinta tak wajarnya, pemerintah melalui berbagai macam perpanjangan tangannya yang entah bagaimana punya cara untuk mengintervensi hidup para karakternya, situasi-situasi ghoib yang tidak mungkin terjadi di kehidupan nyata(atau mungkin saja), nama-nama karakter yang aneh dan tidak wajar dan berbagai macam hal lain yang menjadi ciri khas tulisan Eka kurniawan. Sehingga membaca novel ini tetap saja terasa familiar walaupun kisah yang dituliskan berbeda dengan novel-novel dia tulis sebelumnya. Saya akan berasumsi pada titik ini pembaca sudah menuntaskan novel yang akan saya ceritakan dalam tulisan ini.

(Note:Bagi kamu yang belum menuntaskan novel ini dan kesulitan mendapatkannya di manapun, sila donwload aplikasi ipusnas di google store dimana kamu bisa meminjam versi digital buku ini dalam periode waktu tertentu secara cuma-cuma)

Eka seperti Kafka suka sekali membuka novelnya dengan sebuah kalimat yang mengundang banyak sekali pertanyaan dan membuat penasaran.

“ENGGAK GAMPANG JADI MANUSIA” pikir O, mengenang semua keributan itu. semua terjadi karena seekor monyet bernama Entang Kosasih memegang revolver berisi pelor di dalamnya. itu tak jadi soal jika ia tidak menodongkan revolver kepada orang-orang, termasuk polisi pemilik revolver tersebut.

Siapa O? Kenapa seeekor monyet bisa berpikir seperti manusia dan memegang revolver? Apakah ini Fable atau akan mirip seperti Animal Farm-nya Orwell (sebuah ironi tentang kemiripan manusia dan hewan)? kenapa sebuah revolver bisa berada di tangan seekor monyet? Ini hanya sedikit dari banyak sekali pertanyaan yang akan terjawab nanti saat pembaca membuka lembar terkahir novel ini.

Hal yang langsung dapat pembaca temukan ketika membalik lembar novel ini adalah ada banyak sekali karakter dengan kisah cintanya masing-masing. Karakter-karakter ini saling berkaitan satu sama lain tapi punya jalan hidupnya sendiri-sendiri. Kisah mereka pun berlompatan kesana kemari yang membuat alur cerita mereka menjadi cenderung sulit diikuti. Novel dengan pelbagai karakter seperti Cloud Atlas bahkan punya penanda karakter dan tahun untuk membuat pembaca lebih mudah mengikut alur cerita yang berlompatan tetapi Eka sama sekali tidak membuat cerita ini mudah untuk dibaca. Bahkan ketika saya sudah mengharapkan tidak akan mungkin ada karakter lain yang muncul, nama baru tertulis di lembar berikutnya. Namun, apabila harus meringkas kisah-kisah mereka, saya akan menggunakan kata ironi.

Mari kita mulai dari O seekor monyet betina yang jatuh cinta pada Entang Kosasih sang monyet atau sang kaisar dangdut. O yang cinta mati pada kekasihnya mengambil keputusan keputusan yang pada akhirnya membawanya percaya bahwa cinta tak harus memiliki. Dia akhir kisahnya ia dibuat percaya bahwa keinginan kuatnnya untuk bersama kekasihnya tidak mungkin terjadi dan ia memutuskan untuk tidak mengejar cinta Entang Kosasih lagi.

Berikutnya Entang Kosasih yang ingin menjadi manusia. Entang kosasih sama yang mengambil revolver dari kedua polisi bernama Joni Simbolon dan Sobar dan berharap dengan bisa menggunakan revolver yg digunakan manusia dia dapat belajar dan akhirnya menjelma manusia utuh. Namun diakhir kisahnya Entang Kosasih harus mati ditangan manusia dan mengubur impiannya untuk bisa jadi seperti mereka.

Lalu sobar Polisi baik hati yang menikahi anak bosnya untuk naik pangkat menemukan cinta sejatinya pada Dara kekasih seorang penjahat bernama Toni Bagong. Namun Toni bagong pula lah yang akhirnya mengakhiri kisah cinta mereka dengan dua butir Pelor.

Pola-pola cerita semacam ini terus berulang pada hampir semua karakter yang ada. Kirik anjing kecil yang sangat membenci manusia berakhir menjadi anjing Piaraan Rini Juwita. Suami Rini juwita yang membenci anjing tewas diterkam Anjing yang Rini Juwita beli. Jarwo Edan yang hobby makan anjing ambruk digigit anjing piaraannya Wulandari yang juga adalah ibunya kirik. Betalumur seorang pawang topeng monyet yang menyiksa O mati mengenaskan sebagai babi ngepet.

Hal ini membuat saya sadar bahwa semua karakter saling berkaitan tetapi karakter-karakter ini sama sekali tidak tahu bahwa hidup mereka terkait satu sama lain. Mungkin dalam perspektif Tuhan hidup manusia pun saling berkait tapi kita yang tidak sadar.

Eka menitipkan tribute pada karya-karya sastra lain dalam Novel ini. Misalnya kalimat

Tak ada yang lebih sabar daripada kaleng sarden milik rombongan kecil sirkus….

yang tentu saja adalah tribute untuk Hujan Bulan Juni karya Sapardi.

Hewan-hewan di luar menoleh dari si babi ke manusia, dan si manusia ke babi, dan dari si babi ke manusia lagi, tapi sidaj tak munkgin membedakan yang satu dari yang lainnya.

yang merupakan kalimat penutup dari Animal Farm buatan Orwell. Ini adalah beberapa hal dari banyak lagi yang mungkin saya terlewatkan.

Akhir kata sebelum tulisan ini berakhir menjadi sebuah pujian lain untuk Eka kurniawan dan karyanya, O adalah novel yang akan saya rekomendasikan kepada orang-orang yang sudah pernah membaca karya Eka kurniawan, Franz Kafka atau Haruki Murakami dan penulis sejenis. Alurnya yang bolak-balik serta karakternya yang terlalu banyak membuat Novel ini sulit diikuti dan tentu saja sangat menyebalkan harus mencatat semua karakter yang muncul dan kisah mereka. Tapi sekaligus kelemahan, gaya bercerita ini juga adalah kekuatan yang membuat kita penasaran dan terus membalik lembarannya untuk tahu apa yang terjadi pada karakter-karakter ini.

Sebuah pertanyaan penting.

Apakah Animal farm adalah sebuah kisah tentang segerombolan hewan di sebuah peternakan? adalah pertanyaan sama dengan Apakah O adalah kisah sepasang monyet yang ingin menjadi manusia.

--

--

No responses yet