Menerjemahkan puisi-puisi ke dalam bahasa Indonesia #2

Faizal Bochari
4 min readJun 21, 2022

--

Sang Gagak
Judul Asli; The Raven

Di tengah malam yang lesu, ketika aku merenung, lemah dan lelah,
Renungan tentang kisah-kisah terlupakan yang ganjil dan membuat penasaran-
Saat aku mengantuk, hampir terlelap, tiba-tiba terdengar ketuk, seolah seseorang dengan lembut mematuk, mematuk pintu kamarku.
“Seorang tamu” Gumamku, “mengetuk pintu kamarku-
hanya ini dan tidak ada lagi.”

Ah, dengan jelas aku ingat Desember yang suram;
dan tiap bagian bara yang sekarat membawa sisa dirinya jatuh ke lantai
Dengan tak sabar aku menunggu esok;- Dengan sia-sia aku berusaha meminjam
Dari buku milikku tentang akhir dari duka — Sebuah duka untuk Lenore yang lenyap-Untuk Gadis luar biasa berseri bak malaikat bernama Lenore-
Di sini tanpa nama, selalu dan selamanya

Dan kemewahan, kesedihan dan kebimbangan dari desisan tiap tirai ungu itu
Menggairahkanku-Merasukiku dengan teror fantastis yang tidak pernah aku rasa sebelumnya;
Jadi sekarang, untuk menyenyapkan detak jantungku, aku berdiri mengulang
“Ini ada seorang tamu memohon masuk di depan pintu kamarku-
Seorang tamu tengah malam memohon masuk di depan pintu kamarku;-
Inilah adanya dan tidak lebih dari itu.”

Saat ini jiwa ku tumbuh lebih kuat; tidak lagi takut,
“Tuan” aku berkata, ataukah puan, sungguh Aku memohon maaf;
Tetapi sejujurnya aku tengah terlelap tapi lembut kau mengetuk,
Dan begitu tak terdengar ketuk itu, ketuk pada pintu kamarku;
Aku tak yakin terdengar ketuk”-Saat ini aku membuka pintu;-
Hanya ada gelap dan tidak apa-apa lagi

Jauh ke dalam tatapan gelap itu, lama aku berdiri termangu, takut, ragu, memimpikan mimpi yang tidak satu manusiapun berani memimpikan sebelumnya;
Tapi hening itu tidak pecah, dan sunyi tidak memberi tanda
Dan satu-satunya kata yang terucap adalah bisik, “Lenore?” Aku berbisik, dan pantulan bunyi bergema membalas,”Lenore!”-
Cuma ini dan tak ada lagi

Kembali kebelakang putaran pintu, seluruh jiwaku terbakar, tak lama berselang ketukan terdengar lebih nyaring dari sebelumnya.
“Tentu saja,” berkata aku, tentu saja ada sesuatu di rangka jendela;
Biar aku pastikan, apa di sana, dan misteri ini menjelajah-biarkan jantungku tenang sekejap saja dan misteri ini menjelajah;-
“Hanya angin dan itu saja!”

Buka di sini, aku hempaskan daun jendela, ketika, dengan amat banyak godaan dan debaran, Dari situ berpijaklah sang gagak agung dari hari-hari mulia terdahulu;
Tak ada sedikit penghormatan pun yang dia buat; tak ada waktu semenit pun dia berhenti dan menetap;
Tetapi dengan tampilan seorang tuan atau puan bangsawan, bertenggerlah dia di atas pintu kamarku-bertengger pada patung dada Pallas di atas pintu kamarku-
Bertengger, dan berpijak, dan tak lebih dari itu

Dan burung hitam itu memikat nestapa menjadi semringah,
Dengan tampilan serius dan muram dari air muka yang ia guna
“walaupun jambulmu terpotong dan tercukur habis, engkau,” Aku berkata,”bukan berarti bahwa kau tanpa keberanian, wahai gagak mengerikan dan purba mengembara dari pantai malam-katakan padaku Bagaimana namamu yang agung itu dipanggil di pantai malam dunia bawah sana!”
Berkata sang gagak “Tiada”

Betapun keheranannya aku mendengar sebuah jawaban datang dari burung canggung ini, walaupun itu menjawab sedikit saja-ia mengandung sedikit makna;
Kita tidak bisa tidak sepakat bahwa tak pernah ada manusia
Diberkati dengan kehadiran seekor burung di atas pintu kamarnya-burung atau binatang buas bertengger di atas patung di atas pintu kamarnya,
Dengan sebuah nama seperti “Tiada”

Tapi Sang gagak, bertengger sendirian pada patung dada yang tenang itu, hanya berkata satu kata, seolah dalam satu kata jiwanya tertumpah semua.
Tak lebih jauh dari apa yang dia balas-tak satu bulu lalu dia mengipas-
Hampir tidak tapi aku bergumam “Teman-teman lain telah terbang pergi sebelum ini-esok seterusnya dia akan pergi, seperti impi yang telah terbang pergi sebelum ini”
sang gagak lalu berkata “tiada”

Terkejut pada hening yang pecah oleh balasan yang begitu tepat terkata, “meragukan” kataku, “apa yang ia katakan hanya itu-itu saja
Ia dapatkan dari tuan sengasara dengan bencana tanpa ampun
mengikuti dengan cepat dan lebih cepat lagi hingga lagu yang ia miliki hanya beban tentang-hingga alunan harapannya yang murung hanya beban tentang
Tentang ‘ketiadaan’.”

Tetapi sang gagak tetap memperdaya kekaguman menjadi senyuman, aku hadapkan kursi berbantalan itu pada sang burung, pada patung dan pada pintu;
Lalu, pada velvet yang membenam itu, aku mendapati diriku berkutat
Terkagum-kagum, berpikir tentang burung tembelang yang begitu purba ini- tentang apa yang burung purba, bengis, canggung, mengerikan, ceking, dan tembelang ini
maksud dengan gaok “tiada”

Kini aku duduk sibuk menebak-nebak, tapi tak ada silabel terucap tertuju pada si burung yang tatapan matanya kini membakar dadaku;
Ini dan lebih rumit lagi aku menilik, dengan kepalaku sandar berbaring
Pada lapisan beludru bantal disinari oleh cahaya lampu menerawang, tapi siapa pemilik lapisan beludru-ungu dengan lampu-lampu menerawang ini,
Dia akan menekannya, ah, tidak ada lagi!

Lalu, bagiku, udara menebal, wewangian dari pedupaan tak kasat mata diayunkan oleh Seraphim dengan langkah bergemerincing pada lantai yang berumbai.
“Bedebah,” aku berteriak, “Tuhanmu telah meminjamkanmu- Oleh para malaikat ini Dia telah mengutusmu-
Menunda kesakitan- menunda kesakitan dan membuatku lupa tentang ingatan akan Lenore;
Tenggak, tenggaklah pembuat lupa ini dan lupakanlah Lenore yang telah pergi!”
Berkata sang gagak “Tiada”

“Nabi” kataku, “hal-hal yang jahat!-Nabi terdiam, jika burung dan iblis!- Apakah para penggoda yang dikirim, ataukah badai yang melemparmu ke daratan ini,
Sunyi namun tidak gentar, di tanah terbuang ini terpukau- Di rumah ini oleh Horror berhantu- kabarkan kebenaran, aku mohon- Apakah ada- Apakah ada penawar dari rasa ini- katakan padaku- katakan, Aku mohon!”
Berkata sang gagak “Tiada”

“Jadikanlah kata itu sebagai tanda berpisahan, burung atau sahabat!”Aku menjerit, terperanjat- “pulanglah pada amukan badai dan daratan malam dunia bawah!
jangan tinggalkan bulu hitam sebagai tanda kebohongan yang jiwamu ucapkan!
Biarkan kesepian tak terpecahkan!- Pergilah dari patung di atas pintuku! Ambil paruhmu dari hatiku, dan singkirkan badanmu dari pintuku!”
Berkata sang gagak “Tiada”

Dan sang gagak, tidak terbang, tetap duduk bertengger, hening tetap duduk pada patung pucat Pallas tepat di atas pintu kamarku;
Dan matanya mengandung semua hal yang dimiliki iblis yang sedang bermimpi,
Dan cahaya lampu di atasnya melempar bayangannya ke lantai; dan jiwaku di luar bayangan yang terbaring mengambang di lantai itu
Akan terangkat- Tidak ada lagi!

--

--

No responses yet