Kalau Pelecehan Seksual Terjadi Padamu Segera Laporkan?
Salah satu hal yang membuat tindakan pelecehan seksual sulit divalidasi dan dideteksi adalah para korban yang mengalaminya baru mengaku mengalami perlakuan tersebut bertahun-tahun setelah itu terjadi. Hal sama yang juga membuat kita meragukan keakuratan tentang apa yang benar-benar terjadi waktu itu. Ingatan bisa sangat lemah dan bisa sangat kuat bahkan mengenai hal yang sama.
Namun selalu ada dua cerita dari sebuah kejadian. Dave Chapelle menyebut era ini sebagai the age of spin bukan tanpa alasan. Bahkan dalam melihat persoalan inipun akan sangat sulit untuk menentukan cerita mana yang harus dipercayai karena bahkan ketika kita sudah membaca semua berita mengenai ini kita tetap tidak tahu kita tengah menyaksikan apa. Hal ini menyebabkan kita harus mengukur segalanya kasus per kasus. (Saya sepenuhnya sadar mengutip stand-up comedian yang kerap melakukan joke yang menyinggung komunitas LGBTQ, dan joke yang membela Louis C.K tidak membuat tulisan menjadi lebih kredibel tapi dia ada benarnya)
Pada tahun 2017 Pavan Gupta menjalin hubungan dengan Geeta Jain dan mereka aktif secara seksual. Setahun kemudian ketika Gupta berumur 24 keluarganya menjodohkan dia dengan orang lain dan dia memilih untuk mengakhiri hubungannya Geeta karena itu. Cerita ini tidak berakhir baik karena Geeta melaporkan Gupta dengan tuduhan pemerkosaan. Tahun yang sama hakim memutuskan bahwa tuduhan ini tidak memiliki alasan yang kuat karena dimotivasi rasa dendam. Selain itu hubungan seksual suka sama suka yang dilakukan dalam kurun waktu 18 bulan tidak bisa dianggap sebagai pemerkosaan.
Tapi kehidupan Gupta telah hancur. Seminggu setelah tuduhan dilayangkan ibu gupta meninggal dunia karena serangan jantung. Calon istrinya membatalkan pernikahan mereka dan Gupta kehilangan pekerjaannya. Terlebih lagi sidang yang terus menerus tertunda akibat Geeta kerap kali tidak datang ke persidangan menyisakan beban mental dalam hari-hari Gupta. (Beritanya dapat dibaca di sini)
Tapi hal ini pun memicu sebuah perdebatan baru. Membatalkan sebuah hubungan akibat perjodohan yang dilakukan keluarga juga bukan sebuah alasan yang bisa dibenarkan(Tentu saja ini juga sebagai akibat dari Patriarki yang masih kental dalam kultur masyarakat di India). Terlebih lagi jika si perempuan diming-imingi pernikahan dan mau saja ditiduri pria hidung belang.
Pembatalan pernikahan ini tidak bisa dibenarkan juga dalam konteks hidup perempuan Asia. Anggapan bahwa perempuan yang tidak perawan lagi merupakan perempuan yang tidak layak dinikahi masih sangat kuat di wilayah tertentu di Asia. Tidak ada bedanya kalau kamu cuma tidur dengan satu pria atau kamu sudah tidur dengan banyak pria. Stigma ini berbeda dengan yang terjadi di barat sana. Jadi walaupun ada juga yang berpikir bahwa keperawanan bukan sesuatu yang penting tapi mereka pun harus hidup dengan tekanan sama dengan mereka yang mengganggap itu penting.
Tentu saja pelecehan seksual adalah perbuatan terkutuk tapi membuat pelaporan pemerkosaan palsu juga sama terkutuknya.
Namun di sisi lain banyak juga kasus pelecehan seksual yang memang benar-benar terjadi. Sebut saja kasus Harvey Weinstein atau Louis C.K (saya juga menulis sedikit cerita tentang ini di sini). Kisah perempuan-perempuan ini sungguh memilukan. Ketidakberdayaan akibat dominasi pria-pria ini dalam industri mereka membuat korban mereka harus “memaklumi” bahwa ini adalah jalan menuju sukses yang mereka idam-idamkan dan semua orang melaui jalan yang sama.
Pemakluman seperti ini terjadi dimana-mana. Ketakutan akan kehilangan pekerjaan atau bahkan rasa malu menjadi korban pelecehan seksual membuat mereka takut melaporkan perbuatan ini.
Tapi narasi berlawanan berlaku bagi mereka yang juga memanfaatkan seksualitas untuk naik level. Skenario-skenario Bill Clinton-Lewinsky bukan cuma terjadi di Gedung putih atau Sinetron-sinetron yang sering muncul di Televisi. Saya cuma bisa menduga itu terjadi juga di sekitar kita. Beberapa orang sanggup melakukan apa saja untuk naik ke level berikutnya.
Tidur dengan orang yang tepat untuk menjadi manager atau memakai pakaian terbuka untuk menambah jumlah followers tentu adalah sesuatu yang sah-sah saja dilakukan. Itu sebuah strategi dan bukan kejahatan. Namun niat sayangnya berada pada level pikiran dan akan selalu berada di sana. Tidak ada cara membuktikan secara sahih bahwa tindakan yang orang lakukan dimotivasi oleh niat yang jahat. Seorang influencer bisa saja berdalih bahwa pakaian yang mereka kenakan adalah ekspresi dari personality mereka dan bukan karena ingin viral.
Tapi itu bisa saja memang ekspresi dari personality mereka dan kita tidak akan pernah tahu mana yang benar.
Referensi:
Manalastas, E. J., & David, C. C. (2018). Valuation of Women’s Virginity in the Philippines. Asian Women, 34(1).