Berbicara Tentang Teori Konspirasi pun Adalah Kebebasan Berbicara
Tentu saja tidak ada yang bisa mendebat judul di atas. Bagaimana tidak kebebasan berpendapat diatur dalam undang-undang negara ini. Meskipun dalam pelaksanaanya di lapangan terkadang ada kekeliruan, namun tulisan ini tidak ingin menyinggung kasus penangkapan salah seorang warga sehabis mengunggah guyonan alm. Gus Dur atau aksi protes damai yang berbuah buih selama 11 bulan oleh mahasiswa-mahasiswa asal papua itu.
Jujur saja saya tidak ingin membela Anji atau Jerinx tapi nyatanya kebebasan berpendapat yang diatur undang-undang ini mengisyarakatkan dan menjamin hak minoritas untuk dapat berbicara dan mengemukakan pendapat. Hal ini berarti anda-anda yang menganggap pernyataan mereka ini hanya sebuah guyonan dan candaan belaka bisa jadi dikemudian hari jadi kaum minoritas yang pendapatnya juga dicemooh orang lain (dan pada saat itu anda akan tahu bagaimana rasanya jadi minoritas seperti Anji dan Jerinx saat ini).
Tentu saja hak ini juga menjamin anda untuk berkomentar apa saja mengenai pendapat mereka. Jika mendapat umpan balik dari yang punya pendapat malah lebih seru lagi. Sebab salah satu kebahagian hamba sebagai salah satu netizen selain melihat pasangan yang saling tukar-menukar ke-uwu-an juga adalah melihat orang saling lempar argumen (diiringi sedikit makian) di internet.
Namun menjadi pertanyaan adalah bagaimana jika anda pesohor?
Begini, sedari dulu orang terkenal punya beban moral lebih besar dari rakyat jelata. Ini bukan sebuah perdebatan baru. Kalau persohor-pesohor ini tidak menyumbang tiap kali ada bencana, kita pasti akan dibuat berpikir “ padahal orang kaya, kok gak nyumbang”. Padahal kalau dipikir-pikir kenyatannya itu kan uangnya mereka, mau dipakai teler juga bukan urusan anda.
Namun pendapat ini hidup dan menjamur di masyarakat. Baru-baru ini saja ada yang nge-DM Reza Arap minta ditambahain duit buat beli sepeda lipat. SEPEDA LIPAT. Padahal tidak kenal loh, tapi berani minta-minta. Saya cuman bisa menyimpulkan bahwa orang ini merasa punya kontribusi atas profit yang dihasilkan Weird Genius dari Lathi. Mungkin dia sudah yang streaming berkali-kali atau mungkin dia sudah ikut lathi challenge.
Terlepas dari itu beban moral sebagai role model tersemat kepada para pesohor ini membuat mereka tidak lagi dipandang sebagai manusi biasa. kata-kata yang keluar dari mulut mereka bisa jadi adalah sebuah sabda. Terlebih jumlah pengikut social media dan fans-fans mereka yang banyak memungkinkan mereka didengar dan dipercayai oleh banyak sekali orang.
Lantas apakah mereka mesti dibebankan tanggung jawab sebab mereka pesohor?
Saya sendiri berpikir tidak pada umumnya tapi dalam hal pandemi ini saya bilang iya. Begini, kalau informasi yang disebarkan misalnya adalah Alien yang disembunyikan oleh pemerintah macam di film Man in Black atau tentang organisasi rahasia yang ingin menguasai dunia macam illuminati, saya sih enggak masalah. Mau bilang kalau candi-candi di Indonesia itu buatan alien saya tidak masalah juga karena dampaknya tidak besar-besar amat bagi kehidupan orang lain.
Namun mengenai pandemi ini saya kecualikan dengan alasan ini menyangkut nyawa orang lain. Walaupun mungkin saja orang-orang sudah ada pendapat masing-masing soal pandemi ini, adanya konfirmasi dari orang lain bisa semakin menguatkan pendapat mereka. Dan kalau semakin banyak yang mengganggap pandemi hanya hoax yah jadinyan makin banyak yang tidak waspada dan makin banyak yang jadi korban.
Tapi kalau saya pikir-pikir kasian juga kalau jadi pesohor yang anti mainstream. Bilang ini salah bilang itu salah. Tidak tahu bikin Indomie dibilang pura-pura dan dihujat satu nusantara. padahal seperti saya bilang diatas hasrat eksibisionis anda untuk memamerkan ke-uwu-an dijamin undang-undang loh. makanya jangan pernah berhenti.
Teman saya pernah bilang begini “kamu boleh-boleh saja bilang orang tua saya anjing dan sebagainya, saya tidak akan pernah menyuruh kamu untuk diam atau melarang kamu untuk bicara apa saja, tapi siap-siap saja saya pukul mukamu”.