Apakah Bahasa Masih Menjadi Pemisah Kelas?
Dalam sejarahnya bahasa telah berulangkali menjadi salah satu alat pemisah kelas. Bahasa inggris tak terkecuali. Upaya standarisasi bahasa inggris setidaknya tercatat dalam sebuah surat yang ditulis Jonathan Swift pada tahun 1712. Berikut adalah kutipan aslinya:
“…but the English Tongue is not arrived to such a degree of Perfection, as to make us apprehend any Thoughts of its Decay; and if it were once refined to a certain Standard, perhaps there might be Ways found out to fix it forever”
saya alih bahasakan menjadi:
“…tetapi bahasa inggris belumlah tiba pada taraf makrifat, yang membuat kita bisa menghilangkan pemikiran bahwa ia akan membusuk, apabila ia dapat disempurnakan sampai pada standar tertentu, mungkin akan ada cara utnuk memperbaikinya selamanya”
Kata bahasa inggris saya alih bahasakan dari kata English tongue yang apabila diterjemahan secara harfiah saja maka akan berarti lidah Inggris. Terus terang ada semacam asupan endorpin yang diberikan kutipan archaic macam begini yang membuat saya berpikir bahwa Mr. Jonathan Swift pastilah seorang pria terpelajar dan pada suatu titik jika saya terus menerus belajar bahasa ini saya akan tiba pada taraf yang makrifat juga.
Setidaknya sampai abad ke-19 bahasa inggris standar mengacu pada variasi bahasa yang digunakan kaum borjuis Inggris dan bukan mengacu pada bahasa yang dipercakapakan oleh mayoritas penggunanya. Namun nasi telah menjadi bubur sepertinya kemurnian bahasa ini telah jauh tercemar seiring tersebarnya bahasa inggris ke seluruh dunia dan digunakan oleh para muggle-muggle seperti kami.
Saya ingat benar kata-kata teman saya yang anak HMI itu, “bahasa menunjukkan kecerdasan seseorang” yang menurut saya bisa ditafsirkan “semakin pintar anda, maka bahasa anda juga akan semakin baik” tapi bisa juga ditafsirkan “ mau kelihatan cerdas, perbaiki bahasa anda” Saya kemudian memilih tafsiran pertama.
Maaf saja sebagai guru bahasa inggris yang sudah bisa ngajarin TOEFL atau IELTS ke orang-orang, bahasa tulisan ini agak ndakik-ndakik. Tentu saja itu tidak bisa terelakkan lagi, secara orang-orang yang sudah sampai taraf makrifat dalam berbahasa tidak bisa lagi turun jadi rakyat jelata.
Istilah bahasa inggris standar dan tidak standar barangkali cuma dikenal oleh guru-guru bahasa inggris karena itu adalah bahasa inggris yang mesti mereka ajarkan. Tetapi bagi masyarakat umum bahasa Inggris yah bahasa engres. Mau melamar kerja ditanya “bisa bahasa inggris tidak?” dan dijawab “ little-little” bukan dijawab “saya bisa bahasa Inggris slang”. Bagi orang-orang ini mungkin saja menguasai bahasa Inggris adalah pemisah antara masuk jadi kaum borjuis atau tetap menjadi proletar. Jadilah bahasa inggris sebagai salah satu bukti anda telah naik kelas.
Tidak salah juga kalau Orwell mengisyaratkan bahasa bisa mematikan hasrat memberontak, mampu mengendalikan pemikiran, dan membuat orang-orang tetap bodoh. sebaliknya bahasa juga bisa membuat orang-orang merasa pintar sekali. Bahkan dalam Inheritance Cycle-nya Paolini, seseorang tidak bisa berbohong ketika menggunakan bahas Elf, membuktikan betapa adikuasanya bahasa itu.
Kembali pada zaman ini, masih relevankah pertanyaan “Apakah bahasa masih menjadi pemisah kelas dalam masyarakat?”
Saya lebih baik gitaran dan nyanyi ~walau badai menghadang…