Alasan Kenapa Anime-anime Isekai Semakin digemari

Faizal Bochari
3 min readMar 27, 2021

--

Beberapa tahun belakangan anime bertemakan Isekai semakin marak dan ramai bermunculan di mana-mana. Hal ini saya rasa berawal dari laku kerasnya anime Sword Art Online yang di-release pada tahun 2012 (Walaupun format web novelnya sendiri telah ada dari tahun 2002). Hal ini kemudian memicu adaptasi karya-karya bertema serupa yang padahal telah ada sejak lama dalam format lain seperti KonoSuba, The rising of Shield hero, dan yang paling kontroversial akhir-akhir ini Mushoku Tensei: Jobless Reincarnation.

Terlepas dari baru booming kembalinya genre itu, isekai sebagai sebuah genre bukanlah sebuah trend baru dan sudah menjadi genre yang sangat mapan. Kita mengingat judul-judul anime lawas seperti Spirited away yang bahkan masuk nominasi Oscar, Inuyasha atau Digimon juga mengambil tema serupa. Bahkan mungkin banyak penggemar anime sendiri lupa bahwa anime-anime tersebut bertema isekai.

Isekai secara umum bercerita tentang protagonis yang karena suatu hal berpindah atau terlahir kembali ke dunia parallel yang lain. Kisah yang umumnya diangkat seperti ini:

Protagonis yang umumnya hidup di dunia seperti kondisi dunia yang kita tinggali sekarang, karena suatu hal meninggal atau dalam kondisi koma. Lalu dia akan berpindah atau terlahir kembali di dunia lain yang biasanya penuh dengan kekuatan magis dan monster-monster fantasi.

Membayangkan diri hidup di dunia yang penuh dengan petualangan ke tempat-tempat magis dan menggunakan kekuatan yang biasanya hanya bisa kita lihat di film-film adalah kesamaan yang bisa dilihat di banyak judul anime dengan tema ini. Selain itu, rasa ketidakpuasaan terhadap apa yang kita persepsikan sebagai “normal” dalam dunia kita nampaknya juga turut membuat genre ini semakin diminati.

Banyak orang tidak puas dengan kondisi mereka, dengan dunia mereka. Perasaaan ingin memulai suatu hal yang baru dan kabur dari realitas yang kita punyai sekarang sering kali terpantik dalam diri kita. Walaupun mungkin tidak banyak orang yang bermimpi dapat kabur dari realitas mereka dan menjadi Avengers atau menjadi Naruto, tapi pertanyaan “ Bagaimana yah rasanya jadi Anaknya Rafie Ahmad?” atau “Bagaimana rasanya jadi putra mahkota kerajaan Arab?” mungkin sempat terpikirkan.

Rasanya mungkin yah biasa-biasa saja menjadi mereka, tapi sebenarnya yang ingin kita ketahui adalah “bagaimana rasanya seorang manusia biasa yang hampir tiap hari makan indomie, dan kalau ngaduk kopi pake bungkusnya seperti saya kemudian berpindah ke dalam tubuh mereka?”

Saya bisa menyebutkan banyak hal yang yang akan saya lakukan kalau berpindah ke dalam tubuh Pangeran Saudi. Naik jet pribadi buat makan siang di Singapur, Belanja barang-barang mahal. Beli Ferrari dan kalau bensinya habis di tinggal saja di jalan terus beli Ferrari baru. Narik di ATM emas dan daftar ini bisa sangant panjang ke bawah.

Anime-anime dengan genre ini berusaha memberikan pengalaman escapist dan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan tersebut. Bahkan bukan hanya melalui menonton anime bermain game online barangkali berakar dari kegelisahan yang sama. Salah satu kelebihan (bisa juga kelemahan) dari memiliki persona di internet adalah kemampuan untuk menjadi anonim. Dari pengalaman bertahun-tahun bermain game online, interaksi yang terjadi di dunia virtual seringkali penuh tipu muslihat. Mulai dari laki-laki yang berpura-pura menjadi wanita untuk menipu pemain lain sampai yang mengaku sebagai public figure. Tidak mengherankan bagaimana Sword Art Online yang memulai kembali bangkitnya genre ini adalah anime isekai yang bertemakan game online.

Tentu saja banyak juga yang berpura-pura menjadi orang lain di internet dengan alasan keamanan namun menjadi BUKAN diri sendiri walaupun sejenak memberikan sensasi tersendiri. Kalau saya mengikuti sebuah pertandingan Basket dan rekan setim saya bermain dengan buruk sedikit kemungkinan bahwa saya akan meneriaki dia dengan sumpah serapah tapi di dalam sebuah match dalam game online dengan orang yang tidak sama sekali saya kenal, besar kemungkinan itu terjadi. Lantas pertanyaanya “apakah saya adalah orang yang suka mengumpat?”

Pertayaan ini layak juga ditanyakan pada diri pembaca. Apabila berada dalam kondisi berbeda, dengan akses, dan fasilitas yang berbeda dari apa yang kita miliki sekarang, apakah kita akan bertingkah seperti diri kita sekarang. Orang Jepang memiliki konsep yang disebut Honne dan Tatemae. Secara sederhana konsep ini berbicara tentang apa yang menjadi kemauan pribadi seseorang (Honne) bisa saja berlawanan dengan pandangan atau prilaku yang diharapkan masyarakat untuk dia lakukan (Tatemae). Konsep ini saya rasa bukanlah sesuatu yang unik di Jepang saja.

Jadi ketika kamu diberi kesempatan untuk menjadi anonim, apakah kamu akan menjadi orang lain atau malah akan menjadi diri sendiri?

--

--

Responses (1)